Ke Istora Aku Kan Kembali

Para suporter Indonesia di Istora GBK, Senayan, Jakarta (Djarum Badminton)
Para suporter Indonesia di Istora GBK, Senayan, Jakarta (Djarum Badminton)
Nasional ‐ Created by EL

Jakarta | Tahun lalu, kira-kira selepas penyelenggaraan Indonesia Open 2023, "Badminton Lovers", termasuk para pebulu tangkis Indonesia dan mancanegara, menerima kabar bahwa penyelenggaraan turnamen bulu tangkis kelas dunia di Indonesia tidak akan kembali ke Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Harapan agar Indonesia bisa memiliki gedung pertandingan yang dikhususkan untuk olahraga pukul bulu itu pun mengemuka.

Sebelum harapan memiliki sendiri sebuah arena bulu tangkis bertaraf internasional itu dapat terwujud, malah muncul kabar lain pada pertengahan Juni 2023. Penyelenggaraan kejuaraan atau turnamen bulu tangkis internasional seperti Indonesia Masters atau Indonesia Open, akan dipindah ke Indonesia Multifunction Stadion atau Arena Indonesia. Alasannya, demi menampung minat tinggi pencinta bulu tangkis Indonesia.

Namun, Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) memiliki pendapat lain. Indonesia Arena batal menjadi tempat penyelenggaraan Indonesia Open 2024, karena pertimbangan sarana pendukung di dalamnya, yang dianggap BWF tidak dapat menunjang turnamen dengan maksimal. Jalan keluarnya, Indonesia Open 2024 yang direncanakan bergulir pada Juni, akan kembali diadakan di Istora.

"Sebenarnya masalah (mengadakan turnamen) bulu tangkis (di Indonesia Arena) itu adalah lampu. Ada di tengah (rigging) itu, tapi lain-lainnya, saya tidak tahu. Setahu saya itu tidak memungkinkan untuk badminton, tapi saya belum tahu ada hal lain kenapa tidak jadi di sana," tutur Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI Ricky Subagja kepada wartawan pada Rabu (27/3) pagi WIB di pelatnas PP PBSI, Cipayung, Jakarta.

Menurut laporan Antara, Kamis (28/3), pada dasarnya, Indonesia Arena merupakan stadion yang dikhususkan untuk olahraga bola basket. Oleh karenanya, penyesuaian teknis, sarana, dan prasarana, memang ditujukan untuk bola basket, bukan bulu tangkis. "Jadi, struktur stadion itu tidak dipersiapkan untuk memasang rigging, berbeda. Itu, kan, rigging-nya sampai enam ton, dan itu nanti bisa ambruk,” kata Kepala Bidang Humas dan Media PP PBSI Broto Happy Wondomisnowo.

"Memang konsep basket, dan ternyata memang betul bobot beratnya tidak kuat. Jadi kembali ke Istora," Ricky, menambahkan.

Peraih keping emas Olimpiade Atlanta 1996 itu menyuarakan harapannya agar Indonesia bisa memiliki stadion pertandingan yang dikhususkan untuk bulu tangkis. "Jelas (ada harapan Indonesia miliki venue pertandingan bulu tangkis), harapan itu sudah lama. Kenapa badminton yang sampai (berprestasi) Olimpiade ini (tidak ada gedung olahraga sendiri)? Harusnya (pemerintah) bisa lebih peduli terhadap bulu tangkis dengan sarana-prasarananya, khususnya stadion. Seharusnya badminton bisa mendapatkan prioritas," demikian Ricky.

Sementara bagi beberapa pemain, semisal ganda campuran China Zheng Si Wei/Huang Ya Qiong, Istora adalah arena pertandingan yang sangat istimewa. Mereka meraih delapan gelar juara di gedung bersejarah ini. Atau, tunggal putra Denmark, Viktor Axelsen, yang mengalahkan Anthony Sinisuka Ginting pada partai final Indonesia Open 2023. Begitu pun pebulu tangkis Spanyol, Carolina Marín, yang selalu antusias ketika menginjakkan kaki ke dalam arena pertandingan di Istora. "Saya tahu saya punya banyak penggemar di sini dan mereka mendukung saya. Ketika mereka meneriakkan nama Anda ketika sedang bertanding di lapangan itu terasa luar biasa, tidak bisa saya gambarkan perasaannya," kata Marín, di sela-sela penyelenggaraan Indonesia Open 2022.

Tahun ini, pada Indonesia Open 2024, 4-9 Juni, "Badminton Lovers", termasuk para pebulu tangkis Indonesia dan mancanegara, sepertinya akan kembali merasakan atmosfer Istora melalui turnamen bulu tangkis level BWF World Tour Super 1000 tersebut. Besar kemungkinan, sesuai kepala berita ini ---yang "dipinjam" dari artikel berjudul "Ke Istora, Ku (Tak) Kan Kembali" pada laman berita Kompas, 20 Juni 2023--, pada tahun ini "Ke Istora Aku Kan Kembali". Teriakan dari tribun penonton, "eaa... eaa..." masih bergema di Istana Olahraga yang acara perdananya adalah Piala Thomas 1961.